Monday, March 30, 2015

Aturan di Indonesia

Belakangan ini aku baca beberapa notes dan kritikan tentang Indonesia, mostly about the new president. Well, aku disini ga mau ngebicarain tentang tiap-tiap orang di kepemerintahan, karena menurutku itu lebih subjektif, apalagi dengan keterbatasannya informasi. Aku lebih pengen nulis tentang Indonesia itu sendiri. Negara yang kita tempati selama bertahun-tahun. This thought have always been on the back of my mind. Sometimes I share it verbally to some friends, but haven't get the chance to write it down. 

Consider this question: If you could name one aspect - just one - to change Indonesia, what would it be?

Kemungkinan besar jawabannya bervariasi. But for me, jawabannya adalah hukum/peraturan. Here's why:

1. Masalah Transportasi Umum

This is the most inconvenient thing about Indonesia, specifically Jakarta. Dan ini yang menyebabkan macetnya Jakarta yang semakin lama semakin parah. Terlalu banyak orang yang beralih ke kendaraan pribadi, karena transportasi yang ngga nyaman. Transportasi umum di Jakarta itu ngga banyak, ngga tentu datengnya kapan (kadang setengah jam sekali, kadang sejam sekali, kadang ngga datang) dan yang pasti ngga nyaman karena terlalu banyak penumpang. 

Klo ditarik ke akar permasalahannya, pertama, para supir bis/angkot itu tidak dapat gaji/bonus berdasarkan ketepatan waktu, melainkan berdasarkan banyaknya penumpang. Jadi apa yang terjadi? Banyak bis/angkot yang rela ngetem bermenit-menit dan tetiba memperpanjang rute tanpa peduli waktu dan rela nge-'jejelin' penumpang ngga peduli sesaknya ruangan. Mereka ngga akan peduli kalau kita protes, 'cause that's how they can get more money. Coba kalau peraturannya diubah. Tiap bis/angkot sudah ditetapkan waktu perjalanannya di tiap-tiap halte, dan mereka akan mendapatkan bonus bila datang tepat waktu atau dalam kurun waktu tertentu. Kalau begini, waktu kedatangan bis/angkot akan lebih jelas, penumpang pun dapat mengandalkan transportasi umum. Aku dengar angkot dekat rumah sudah ada aturan seperti ini, jadi sekitar 5-10 menit, angkot itu pasti datang. Dan sesama angkot yang sama akan berlomba-lomba untuk tepat waktu.


Kedua, jelas sekali transportasi umum kita kurang banyak, yaa tapi balik lagi, mungkin karena indikatornya adalah 'bis/angkot penuh'. Kalau ini indikatornya, pemerintah akan 'mencukupkan' transportasi umum, agar tiap bis/angkot yang ada itu penuh. Iya, penuh sesak. Bener-bener ngga bisa gerak di dalam busway yang notabene-nya adalah transportasi terbaru kita. Oh, how ironic.
Kalau indikatornya adalah waktu, akan dengan sendirinya menciptakan armada yang lebih banyak.

2. Masalah sikap warga Indonesia

Sikap disini termasuk buang sampah pada tempatnya, antri, urusan administrasi sampai masalah korupsi. Tidak ada sistem 'punishment/reward' di beberapa tempat. Tidak ada hukuman bagi yang membuang sampah sembarangan, pun tidak ada penghargaan bagi yang membuang sampah pada tempatnya. Iya, mungkin susah untuk memberikan penghargaan ke tiap individu yang membuang sampah pada tempatnya, tapi sangat memungkinkan untuk memberikan hukuman bagi yang membuang sampah sembarangan. Buat saja tulisan kalau membuang sampah sembarangan akan dikenakan denda sekian dan pasang kamera ditempat-tempat yang sering menjadi tempat pembuangan sampah ilegal. Mungkin ngga bisa semua tempat, but it's a start. When it goes viral, orang dengan sendirinya belajar untuk membuang sampah pada tempatnya, walopun tidak ada kamera disekitarnya.

Kedua, urusan antri. Naik bis/angkot ngga ada yang namanya antri, sekalipun itu busway. Sebenernya, kita bisa kok kalau disuruh antri, asalkan dikasih tempat untuk antri. Coba liat antrian untuk taxi di mal-mal atau bandara, dan coba liat antrian kasir di mal, banyak orang dengan sabarnya antri. Jadi apa yang kurang? Hanya tempatnya, sodara-sodara. Coba dibikin halte yang jelas dan tulisan dimana untuk antri, pakai papan arah antrian kalau perlu dan diawal-awal aturan baru ini dibikin, ada satu orang untuk menjelaskan aturan baru ini. Lama-lama kita terbiasa antri, dan ngga perlu tulisan atau papan arah lagi. 
Same goes to antrian di dalam kamar mandi. Di Indonesia, terbiasa antri di depan masing-masing pintu kamar mandi, padahal di negara lain, mereka antri di ambang pintu pertama. Jadi siapapun yang datang pertama akan masuk ke pintu kamar mandi manapun yang kosong duluan. Well, they can just put a sign where to queue, it shouldn't be hard to do - unless they don't care.

Buat papan untuk antri itu ngga susah, dan harusnya ngga mahal, kalau dibandingkan bikin monorel yang gagal itu. Tapi kenapa ngga? Kemungkinan para pengusaha mall/bis ngga tau atau mereka tau tapi ngga peduli. Kenapa ngga peduli? Again, no rewards. Ngga ada yang memberikan mereka penghargaan. Orang yang posisinya diatas mereka pun ngga peduli dengan itu, yang penting bisnisnya sukses dan banyak pengunjung/penumpang. And this goes all the way up. Harus dimulai dari yang ada diatas hierarchy, untuk mulai menerapkan sistem 'punishment/reward'.

Ketiga, administrasi. "Kalau bisa lama, untuk apa dipermudah/dipercepat?" Tagline untuk urusan administrasi di kebanyakan tempat di Indonesia. Karena cepatnya dokumen/urusan yang diselesaikan tidak menghasilkan tambahan apapun untuk para pegawai. Andaikan mereka diberi bonus untuk menyelesaikan sekian dokumen/urusan dalam waktu sekian, pasti urusan administrasi akan lebih cepat.

Keempat, masalah korupsi. Korupsi dimulai dari yang kecil hingga besar. Dan seingat saya, beberapa waktu yang lalu ada seseorang yang bebas hukuman dari korupsi besar, entah apa alasannya, dan entah gimana ceritanya. Itu menggambarkan sistem punishment/reward ngga berjalan. Ini membuat orang berpersepsi "ngga masalah lah saya ngambil beberapa ratus ribu dana kantor, orang yang korupsi milyaran/trilyunan itu bebas kok" atau "sesekali lah pakai dana kantor untuk urusan pribadi, yang penting tugas kantor selesai, daripada itu proyek negara uangnya habis tapi ngga selesai". Kalau begini, tidak ada yang berani menyalahkan mereka, salahkan pada aturan 'punishment/reward' yang ngga jalan di negara ini.

Ini hanya beberapa contoh masalah besar yang terpikir. And the common problem is there is no punishment/reward system. A simple punishment or reward can have a great contribution on making a better Indonesia. Harus ada orang yang mempunyai kekuasaan dan peduli dengan Indonesia untuk mengubah keadaan ini.

Just a little thought of mine that I'd like to share. Silahkan bagi yang berbeda pendapat. Kalau mau, leave a comment below, it's nice to have a friendly, open-minded discussion. Itu artinya banyak yang peduli dengan Indonesia.

Maafkan tulisan yang bilingual ini. It doesn't make me love Indonesia any less. I just feel like, for some words, I express it better in English.

:)