Semua hal itu ada ‘image’-nya.
Mulai dari warna, produk, orang, hingga negara, pasti ada gambaran atau pesan
yang ingin disampaikan. Image Taiwan
dimata saya dalam satu kata itu adalah dewasa. Taiwan itu tenang, fokus dan
rendah hati. Dewasa sekali, bukan?
Yang saya perhatikan selama kuliah di Taiwan ini adalah hampir semua
dosen disini jarang berpakaian formal ketika lab meeting, mengajar, maupun menguji sidang. Mereka nyaman dengan
pakaian kasual mereka. Terlihat sekali mereka berpegang teguh prinsip ‘don’t judge the book by its cover’.
Mereka dengan tenang dan yakin bahwa penampilan bukanlah ukuran yang utama
dalam menilai orang lain. Mereka percaya kemampuan mereka tetap mampu terpancar
keluar dibalik penampilan mereka yang santai. Ini membuat saya nyaman sekali
menjadi minioritas dengan memakai hijab. Bahkan keputusan untuk memakai hijab
ini ada ketika saya di Taiwan. Saya yakin bahwa mereka tidak akan menyimpulkan
sesuatu tentang saya hanya karena penampilan saya.
Indonesia dan Taiwan memang sama-sama memiliki budaya interdependen yang
lebih dominan, dibandingkan dengan budaya barat yang dominan dengan budaya
independennya. Tapi, Taiwan ini memiliki nilai budaya independen yang lebih
tinggi dari Indonesia. Saya melihat dan merasakan bahwa orang Taiwan lebih
fokus terhadap diri mereka sendiri. Mereka tidak ingin tau semua urusan pribadi
orang lain. Hanya beberapa dosen dan temen lab saya yang bertanya tentang
urusan pribadi saya. Semakin lama saya di Taiwan, saya merasa semakin sama pola
pikir saya dengan mereka. Saya menjadi fokus dengan diri saya sendiri dan tidak
terlalu memikirkan orang lain. Ini yang menguatkan saya selama saya menjalani
kuliah ini. Saya fokus menyelesaikan kuliah saya, walaupun teman-teman yang
lain tidak melakukan hal yang sama dengan saya. Saya percaya tiap orang punya
jalannya masing-masing.
Secara negara, Taiwan ini dibatasi ruang geraknya dengan ‘One China Policy’. Tapi ini tidak
membuat Taiwan berhenti bersinar. Taiwan menjadi salah satu negara yang unggul
dalam bidang teknologi dan ramah lingkungan. Namun, Taiwan sadar bahwa mereka
akan selalu menjadi nomer 2. Secara natural, kesadaran ini membuat mereka
menjadi rendah hati dan tidak sombong. Saya kagum dengan orang-orang Taiwan yang
dengan tulus dan sungguh-sungguh menolong orang asing. Saya dengan bahasa
Mandarin yang terbatas, mereka dengan bahasa Inggris yang terbata-bata dan kita
yang saling mengandalkan bahasa tubuh dan google
translate, tidak menghentikan mereka untuk berbuat baik terhadap saya dan orang
asing lainnya. Ini hal yang jarang ditemui di negara maju lainnya dan inilah
yang membuat Taiwan special dimata
orang asing. Ini membuat saya berfikir bahwa kita perlu dengan pintar memutar
kekurangan kita menjadi kelebihan. Kita semua lahir dengan kekurangan dan
sering kali kekurangan tersebut tidak bisa diperbaiki. Tapi, akan ada kelebihan
dibalik kekurangan tersebut, seperti kata pepatah ‘every coin has its two sides’. Kita harus terus berkembang dengan
menggunakan kelebihan yang kita punya.
Terima kasih Taiwan yang telah membantu saya untuk berpenampilan,
bersikap, dan berfikir lebih dewasa.
No comments:
Post a Comment